Esensi Lingkungan Hidup
oleh Fadhil M. Indrapraja
“Sampailah kita pada suatu masa,
ketika manusia seharusnya sadar akan ketidakperhatiannya terhadap lingkungan.
Beratus tahun, manusia bersikap acuh. Kemudian, mencoba sedikit (atau
berpura-pura) peduli.”
Kita
seharusnya tidak lupa bahwa telah beratus tahun, dunia melewati fase revolusi
industri (1750 – 1850 m). Revolusi industri mengakibatkan perubahan pola
kehidupan masyarakat yang pada mulanya bersifat tradisional ke arah mekanisasi
(industri). Revolusi industri menimbulkan eksploitasi terhadap buruh (pekerja).
Positifnya, revolusi industri yang menimbulkan eksploitasi buruh direspon
dengan cepat melalui penerapan prinsip-prinsip dan pengaturan yang memberikan
perlindungan terhadap buruh. Prinsip dan pengaturan tersebut telah berkembang
di beberapa negara Eropa sejak tahun 1802 – 1870 yang kemudian menyebar ke
berbagai negara lainnya.[1]
Revolusi
industri dapat dipastikan tidak hanya mengakibatkan munculnya eksploitasi
terhadap buruh, tetapi juga eksploitasi terhadap lingkungan hidup. Berbeda
dengan eksploitasi buruh, respon terhadap eksploitasi lingkungan hidup berlangsung
lambat. Bahkan, Prof. Munadjat Danusaputro (Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran) menyatakan bahwa hukum yang mengatur mengenai lingkungan
merupakan suatu “pendatang baru” dalam “keluarga hukum”.[2] Baru
pada tahun 1960-an, dunia menaruh perhatian lebih terhadap masalah lingkungan
hidup. Mulai dari munculnya buku karya Rachel Carson yang berjudul The Silent Spring yang mana pada era itu
menjadi best seller di Amerika
Serikat[3],
serta terbentuknya beberapa organisasi lingkungan, seperti Sierra Club dan
National Audubon Society yang menjadi perintis lahirnya ratusan ribu organisasi
lingkungan di seluruh dunia.[4] Kemudian,
dunia Internasional semakin menaruh perhatian dan menjadikan lingkungan sebagai
isu yang perlu ditanggulangi bersama pada tahun 1972 dengan diselenggarakannya
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nation Conference on the Human Environment) di Stockholm,
Swedia.
Hal
tersebut menunjukkan betapa lambatnya respon manusia akan permasalahan
lingkungan. Manusia hanya tergerak secara cepat apabila kepentingannya terancam
atau terganggu secara langsung. Memang, sudah takdir dzat yang maha kuasa, lingkungan
tidak diberi hak untuk berbicara dan bergejolak secara langsung, lingkungan
hanya diberikan hak untuk menunjukkan tanda-tanda ketidaksukaannya.
Dalam
ilmu ekologi, manusia adalah satu kesatuan yang terpadu dengan lingkungannya.[5]
Kesatuan yang terpadu mengartikan bahwa manusia dan lingkungan memiliki kedudukan yang sama dan mutlak
saling membutuhkan. Meskipun, manusia dan lingkungan memiliki kedudukan yang
sama, manusia memiliki peran lebih karena memiliki daya akal. Peran tersebut
seyogyanya berfungsi untuk menentukan tata susunan lingkungan, bukan untuk
mengasai alam karena seperti apa yang dikatakan oleh Cicero seorang filsuf
romawi, alam tidak dapat dikuasai.[6] Jadi, ketika manusia mencoba untuk menguasai
lingkungan dan tidak menjaga keseimbangannya, maka lingkungan akan memberikan
bencana bagi keteraturan hidup manusia itu sendiri.
InsyaAllah dalam beberapa minggu ke depan saya akan mencoba untuk rutin membahas berbagai isu lingkungan, misalnya terkait legalitas
pemanfaatan lingkungan hidup, prinsip pembangunan berkelanjutan, tanggung jawab
negara terhadap kejahatan lingkungan yang dilakukan individu, serta berbagai
persoalan lainnya. Pantau terus, semoga membuka gerbang diskusi di antara kita :)
[1] Aloysius, Uwiyono, Asas-asas Hukum Perburuhan, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), hlm. 77.
[2] Danusaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan (Buku I: Umum),
(Binacipta, 1985), hlm. 207.
[3] Artikel yang berjudul Prinsip-prinsip Hukum Lingkungan karya
Andri Gunawan Wibisana.
[4] Brenton, Tony, The Greening of Machiavelli: the Evolution
of International Environmental Politics, (London: Earthscan, 1994), hlm. 18
-19.
[5] Siahaan, N.H.T., Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta:
Erlangga, 2004), hlm. 43.
[6] Danusaputro, Munadjat, Op.Ci.t, hlm. 191.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar